Tantangan dakwah di era posmodernisme
Elya Munfarida*
Elya Munfarida*
Abstract:
As
a criticism to modernism, posrnodernism has created new cultural
realities different from the previous. Through its political acts and
strategies, postmodernism has constructed cultural hypereality and
complexity. This changebecomes a chance and also threat that we need to
be critical to anticipate the negative effects. One of its strategies is
cultural deconstruction, which denies transcendental signs, meanings,
and values, represents one of its negative effects. It will eliminate
religious values which by contrast place transcendental values as its
principle. For that reason, we need to con textual ize Islamic teachings
in order not to make postmodernism eliminate Muslims' sense of
religiousity. Da 'wa, as a means of communication and transformation
ofIslamic values, plays a significant role in this postmodernism era.
Consequently, reconstruction of contextual da 'wa strategy should be
committed to balance the domination of postmodernism cultures.
Keywords:
postmodemism, capitalism, contextualizaton, da'wa strategy
Pendahuluan
postmodemism, capitalism, contextualizaton, da'wa strategy
Pendahuluan
Globalisasi
informasi telah menjadikan sekat-sekat antar wilayah atau negara
semakin terkikis atau bahkan telah hilang. Konflik sosial politik,
krisis ekonomi, bene aria alam, bahkan sampai gaya
~ busana yang terjadi dan berkembang di suatu wilayah dapat disaksikan,
dirasakan dan dialami secara langsung oleh penduduk di bagian lain di
dunia. Dalam bukunya yang sudah k1asik, Understanding media, The Extensions of Man,
Marshal Me Luhan secara optimis memprediksikan bahwa perkembangan
teknologi informasi - khususnya televisi dan komputer - telah
memungkinkan umat manusia hidup di dalam dunia yang disebutnya desa
global. Dunia yang tidak lebih besar dari sebuah layar kaca atau disket,
yang di dalamnya semua informasi dapat diakumulasikan, direproduksi dan
disiarkan kembali mclalui media rersebut.[i] Dalam pernyataan Mc Luhan, tersirat optimismenya terhadap peran teknologi informasi bagi perkembangan kemanusiaan.
Narnun demikian, dalam perkembangarmya, globalisasi informasi ternyata juga membawa ekses negatif yang terlewatkan atau luput dari prediksi Mc Luhan. Globalisasi informasi telah menirnbulkan ekses over informasi (informasi yang beriebihan). Informasi diproduksi secara berlebihan (overload) sehingga meneiptakan kondisi hyper-informasi, di mana informasi tidak iagi berfungsi mengkomunikasikan pesan untuk ditangkap maknanya dan kemudian ditransendensikan guna peningkatan kualitas hidup manusia, tapi justru menimbulkan kehampaan dan ketidakbermaknaan. Obesitas informasi yang diproduksi media telah mengaburkan realitas dan fantasi, yang benar dan yang palsu, yang bermakna dan yang tidak bermakna, yang baik dan yang buruk, yang bermoral dan yang amoral. Kondisi inilah yang disebut Jean Baudrillard dan Umiwilo Eco sebagai dunia hiperealitas, yakni keadaan runtuhnya realitas, yilng diambil alih oleh rekayasa model-model (citraan, halusinasi, simulasi[ii]), yang dianggap lebih nyata dari realitas sendiri, sehingga perbedaan antara keduanya menjadi kabur,' Tayangan sinetron, Mickey Mouse, Superman dan berbagai tontonan lain yang pada dasarnya bersifat fantasi karena tidak ada relefansi realitasnya, dianggap lebih nyata dari realitas sosial.
[i] Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas Kcbudayaan, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), hat. 198-199.
[ii] Simulasi (simulation)
adalah proses pcnciptaan bentuk-bcntuk nyata melalui model-model yang
tidak ada asal-usul atau referensi realitasnya, sehingga memampukan
manusia mcmbuat yang supernatural, ilusi, fan tasi , khayali mcnjadi
tampak nyata. Miisalnya, film kartun Superman, Batman, dunia Disneyland
merupakan bcberapa contoh simulasi dimanaa eksitensinya bersifat ilusi
atau fantasi karcna tidak ada referensi realitasnya, narnun tarnpak
seperti nyata. lbid., hal 25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar